Have a Good Time in Kuala Lumpur, Malaysia (Day 3)

Packing
Bunkbed
Hari ke-3 dimulai. Isi tas saya sudah penuh karena membeli souvenir semalam. Padahal masih ada beberapa orang yang belum saya belikan, semoga tas saya masih cukup menampung beberapa souvenir lagi. Jam take off di tiket adalah jam 18.55 jadi kami masih bisa berkeliling sampai tengah hari. Sesuai rencana, hari ke-3 ini akan kami habiskan di Putrajaya lalu diteruskan membeli souvenir di Petaling, Central Market atau Jalan Kasturi. Semoga waktunya masih cukup hingga tengah hari nanti. 

Pagi hari kami sudah packing bawaan kami. Karena saya hanya membawa 1 backpack jadinya isi tas saya menggembung. Beratnya sih ngga seberapa, mungkin cuma bertambah beberapa kilo tapi bentuknya sudah ngga karuan haha. Barang-barang yang masih bisa dipegang atau dimasukkan tas kecil saya pisahkan dari dalam backpack saya. Inilah yang saya ngga suka dari pulang backpacker-an, sudah tahu saya backpacker kenapa dong harus belanja? Besok-besok saya akan menolak belanja pesananan karena memang niat saya buat jalan-jalan bukan belanja. Menginap 3 hari di hostel ini sangat membuat saya nyaman. Kru hostel pun sudah seperti teman atau keluarga sendiri. Selama 2 malam sebelum tidur biasanya kami bercengkerama dengan kru hostel ini walaupun dengan bahasa Inggris saya yang pas-pasan haha. Dengan seringnya kami bercengkerama saya jadi tahu kalau salah satu resepsionisnya punya teman dari Yogjayakrta, dan dia juga menceritakan senang sekali pernah berkunjung ke Indonesia khususnya ke Yogyakarta karena memang saat itu dia sedang berkunjung kesana. Anggapan saya terhadap orang Malaysia yang angkuh dan tidak bersahabat ke turis Indonesia sepertinya harus saya hapuskan. Mereka ramah kok. Lagipula, tampilan kita dan mereka hampir sama, makanya banyak turis bertanya jalan kepada kami karena dikira kami warga sana. Waktu di Singapore juga begitu. Saya ngga tahu, apakah mereka benar-benar ramah ataukah karena kami turis yang menghasilkan untuk mereka? Semoga saja keramahan mereka itu sungguhan.
backpack

Jam 9 pagi kami sudah bersiap check out dan seperti biasa setiap menginap di hostel, kami para tamu diharuskan membereskan handuk dan selimut kami untuk meletakkan di keranjang depan resepsionis. Pasti yang pernah menginap di hostel (setidaknya hostel di Singapore dan Malaysia) tahu peraturan ini. Setelah meletakkan handuk dan selimut kani lalu mengabsen daftar check out, seperti di tempat sebelumnya saya selalu menerapkan ritual foto bersama. Ya, saya meminta respsionos berfoto bersama kami untuk kenang-kenangan. Kebetulan yang sedang jaga pagi itu adalah Ms, Ludy yang kebetulan membantu kami saat check in 3 hari yang lalu. Dengan agak canggung dia meng-iyakan. Begitu dia mengizinkan saya harus mencari 1 orang untuk
Speed internet hostel
memfoto kami dan kebetulan sekali ada turis Indonesia (kalo ngga salah dari Samarinda) sedang duduk sendiri. Dengan sopan saya meminta dia memfoto kami "Mbak, bisa tolong foto kita ngga?" dan dengan senang hati dia membantu kami. Yah, dari hal kecil itu pun bisa menambah teman. FYI menambah teman yang sama-sama dari Indonesia lebih sulit daripada berteman dari negara lain saat kita traveling di luar negeri. Ngga tau kenapa sepertinya mereka malu bertemu dengan kerabat negeri sendiri. Setelah berfoto dan sebentar berbasa-basi kami pun resmi meninggalkan hostel ini. Untuk rekomendasi, hostel yang saya tempati ini bernama SUNSHINEBEDS KL yang websitenya bisa dilihat di www.sunshinebedz.com.my/. Tarif permalamnya cuma RM 30 dan kita bisa dapat fasilitas yang memuaskan seperti kamar mandi bersih, sarapan, loker, dan yang paling penting untuk saya ada WIFI (walaupun speednya dibatasi) GRATIS. 
Untuk yang mau menginap di Bukit Bintang saya recommend hostel ini. Salah satu peraturan disini adalah para tamu wajib melepas sepatunya di rak sepatu depan pintu masuk. Mungkin karena aturan ini jadinya hostel ini bersih sekali dan buat saya betah berlama-lama disini. Pada saat kami memakai sepatu, ternyata ada salah seorang turis Indonesia yang melihat saya meminta di foto kan di dalam tadi dan bertanya "Dari mana mas?". Wah, lumayan nambah 1 teman lagi. Ternyata dia dari Yogyakarta yang sedang solo Traveling dan akan mengunjungi temannya. Dari situ kami bertanya banyak untuk lokasi yang mungkin recommended. Tapi ternyata lokasi yang direkomendasikan sudah kami datangi semua. Yah memang  di KL ini 11-12 di Jakarta, ngga ada yang spesial, tapi dia merekomendasikan Malaka. Mungkin next time bisa dipertimbangkan.

Sarapan terakhir
Loker. Jangan lupa bawa gembok














Me, Ms. Ludy, Dudi
 
Siap-siap berangkat













Menuju Putrajaya
Senyum kekecewaan
KLIA Transit
Mungkin beberapa tahun lalu belum banyak yang tahu ada kawasan modern bernama Putrajaya. Ya karena sebenarnya Putrajaya itu adalah daerah perkantoran pemerintahan dan bukan kota wisata. Tapi karena suasana dan lokasinya yang bagus hingga menarik turis untuk mengunjugi tempat ini. Ada 2 cara menuju ke sana yang saya tahu, antara lain naik Bus E1 yang ada dekat Central Market atau yang ngga mau repot nunggu bisa naik KLIA Transit yang ada di KL Sentral. Karena waktu kami ngga banyak akhirnya kami pilih KLIA Transit dengan tiket seharga RM 9,50 untuk sekali jalan menuju Putrajaya Sentral. Kereta datang setiap 30 menit sekali dan waktu tempuh cuma 15-20 menit. Kereta yang kami naiki menuju Putrajaya sungguh bersih dan sepi. Mungkin karena masih pagi jadinya belum banyak orang yang menggunakan kereta ini. Ngga lama kereta datang dan kami langsung naik. Setelah 20 menit kami sudah sampai di Putrajaya Sentral. Berbeda dengan KL Sentral, di Putrajaya Sentral ini lebih mirip terminal bus dan bukan mall seperti di KL Sentral. Seperti yang saya bilang sebelumnya, papan petunjuk di sini ngga begitu rapih dan agak membingungkan. Tujuan bus pun dibagi beberapa rute dan menurut saya agak membingungkan. Ngga ada peta petunjuk bahkan brosur pun kosong. Cuma ada papan petunjuk rute besar yang saking putus asa nya sampai saya foto supaya saya tahu harus kemana dan naik bus yang mana. Waktu menanyakan peta di bagian informasi, ada seorang tour guide menawarkan jasanya untuk kami berkeliling. Dengan sopan kami menolak dan bilang kalau kami cuma sebentar jadi hanya ingin mampir ke 2-3 tempat saja. Awalnya yang wajahnya bersemangat langsung merengut setelah mendengar penjelasan kami, mungkin kecewa "dagangan"nya ngga laku. Kami pun mencari loket tiket bus. Karena bingung dengan pilihan bus yang banyak, saya bertanya ke loket untuk menuju Putrajaya Perdana Putra, Putrajaya Int'l Convention Centre, dan Putrajaya Lake saja. Ternyata ngga pake tiket, cukup membayar RM 1 untuk menuju lokasi lalu untuk naik bus menuju lokasi berikutnya cuma 50 sen aja. Tuh, murah sekali kan dibanding pakai jasa tour guide? Tapi ternyata menuju tempat itu ngga segampang yang saya kira. Waktu kedatangan bus yang setiap 30 menit sekali membuat perjalanan ini lebih berat karena waktu yang serba mepet. Ya setidaknya kami dapat 1 lokasi saja supaya ngga penasaran lagi. 30 menit kami menunggu dan datanglah sebuah bus rutenya menuju Perdana Putra, tapi ternyata ada kejadian diluar dugaan. Ingat tour guide yang saya tolak tadi? ternyata dia sudah mencarter bus itu. Saya sudah naik di pintunya tapi dengan wajah marah sambil melotot dia mencegah kami naik ke dalam bus. "Kamu orang mau kemana? Tadi kamu tak nak ikut tour saya!" Masih bingung saya bertanya balik "Saya tak ikut tour, saya cuma mau naik bus ini". Dia membalas "Ya tak boleh lah, awak cari bas lain saja." Dengan perasaan kecewa saya turun dari bus dan melihat bus tertera tulisan bahwa bus itu sudah di sewa. Sial! masa harus menunggu 30 menit lagi? Karena mood kami sudah ngga enak dan waktu terus berjalan akhirnya kami urungkan niat kami berkeliling Putrajaya. Kami pun segera kembali ke stasiun KLIA Transit dan menuju Central Market dengan kecewa.

Belanja dan Makan Siang Terakhir di KL
Central Market alias Pasar Seni
Jalan Petaling
Ngga mau berlarut-larut dalam kekecewaan kami berusaha menikmati perjalanan kami menuju Central Market. Dari stasiun monorel Central Market kami menyeberang dan segera masuk ke dalam gedungnya. Panasnya siang hari itu cukup membuat kulit kami terbakar. Di dalam Central Market ternyata ngga istimewa juga, dan lagi-lagi mirip ITC bedanya barang yang dijual kebanyakan berasal dari daerah-daerah di Malaysia. Ada ukiran, pakaian sampai makanan khas daerah sana ada semua. Harganya yang kurang bersahabat membuat saya cuma bisa melihat-lihat. Saya hanya bisa membeli beberapa coklat dan sepasang pasmina seharga RM 45 untuk mama saya. Dan saya ingatkan, sebelum berbelanja di hari terakhir (yang biasanya akhir dari persediaan uang) sebaiknya hitung baik-baik apakah uang kita masih cukup untuk sekedar makan dan transport ke airport? Seperti yang saya alami dengan teman saya kali ini. Setelah belanja saya baru ingat uang simpanan saya sudah menipis dan setelah dihitung (termasuk uang koin) cuma tersisa +-RM 25. Memang sih masih cukup tapi harus irit sekali. Saya teringat restoran nasi kandar di belakang Central Market dan ingin mencobanya, sambil berdoa semoga uang kami masih cukup untuk makan siang dan kalau beruntung masih cukup untuk coba jajanan disana. Bahagia sekali kami begitu melihat harga yang terpampang besar ONLY RM 5.50. Tanpa berpikir panjang kami langsung masuk kedalam dan memesan. Pelayan menawarkan aneka makanan arab lainnya yang harganya sekitar RM 15 - 20. Saya tanpa malu membalik gambar menu dan menunjuk daftar makanan seharga RM 5.50 tadi "No, thanks. We'll order this." Saya menunjuk ke nasi goreng beef + es teh lemon, dan teman saya nasi onion beef + es teh lemon. Pelayan tadi hanya tersenyum dan segera mengambilkan pesanan kami. Ngga usah malu deh, memang budget kami sudah tipis haha. Lahap menghabisi pesanan kami (rasanya biasa aja sih) dan segera membayarnya. Alangkah malunya saya ketika teman saya membayar pesanannya (per orang kami membayar masing-masing RM 7.20) dengan beberapa koin. Dia beralasan ngga mau kebanyakan koin di dompetnya. Dengan pede saya datangi kasir dan membayarnya. Sambil tersenyum si kasir bertanya "Terimakasih Tuan. Makannya habis?" saya hanya menjawab sambil tersenyum "Oh, habis!" dan dijawab kembali "OK, sila datang lagi ya." Saya tersenyum dan pergi.
Gaya doang

Nasi goreng beef + ice lemon tea











Onion Beef + Ice lemon tea
Total kerusakan RM 14.40









 Sebenarnya masih ada lokasi yang menarik menurut saya, yaitu Tugu Peringatan Negara atau juga dinamakan Monumen Nasional. Lokasinya ngga jauh dari tempat kami, tinggal menyeberang ke stasiun Kuala Lumpur lalu naik bus 1 kali. Tapi saya harus menghargai teman saya yang budgetnya sudah di ambang batas akhirnya kami ngga jadi kesana. Akhirnya kami pulang menuju airport pada jam 15.30.

Pulang...
Terminalnya sempiiiiit
Pesawatnya
Setelah lelah berpetualang 3 hari ini akhirnya kami pulang. Kembali kami harus menaiki bus menuju LCCT KLIA. Karena kami sudah membeli tiket pulang-pergi jadinya untuk tiket pulang bisa dibilang kami ngga usah pusing keluar uang lagi. Karena kami tahu lama perjalanan bisa sampai 1 jam, jadinya kami pulang lama sebelum waktu boarding. Melihat menara Petronas dan KL tower dari kejauhan agak menyedihkan juga, karena dalam 3 hari ini kami mengalami pengalaman yang menyenangkan dan mengecewakan di kota ini. Walaupun kota ini ngga membuat saya tertarik untuk datang lagi tapi setidaknya ada cerita baru yang bisa saya ceritakan kepada teman-teman saya sepulang ke Jakarta nanti. Dari tengah kota yang dikepung bangunan besar, hingga akhirnya menuju airport yang dikelilingi pohon kelapa sawit. Saya juga akhirnya sempat melihat Stadion Bukit Jalil dan Sirkuit Sepang walaupun cuma dari kejauhan. Turun dari bus kami langsung merasakan panas menyengat dan hiruk pikuk nya terminal budget. Karena kami turun di terminal budget jadinya kami masih harus berjalan lagi menuju ke dalam terminal menuju pelepasan antara bangsa. Di terminal budget ini terlihat sekali kalau fasilitasnya sangat kurang. Banyak yang ngga dapat kursi untuk sekedar duduk dan ngga masalah duduk di lantai. Pada saat mau check in e-tiket saya lecek ngga karuan dan saya agak malu memberikan e-ticket ini ke teller. Untunglah ada fasilitas kios check in. Saya cukup meng-scan barcode yang ada di HP saya dan voila! kertas ticket tercetak dari mesin. Saking norak saya sedang kambuh, saya sampai print 2 kali untuk souvenir ahahaha.

Foto didepan pesawat parkir
Wifi di LCCT
Di bagian imigrasi ada hal yang agak memalukan sebenarnya. Karena bosan menunggu dan kebetulan kamera DSLR saya gantung di leher, saya iseng-iseng memotret beberapa bagian gedung di bagian imigrasi. Begitu saya maju ke meja imigrasi saya langsung di interogasi petugasnya "Berapa banyak awak bidik gambar?" Karena ngga paham maksudnya saya bertanya lagi "Maaf?" petugas bertanya lagi "Awak bidik gambar kan? Berapa banyak?". Oh ternyata ada larangan memoret di tempat imigrasi. Yah, seperti saya sudah bilang berkali-kali, ngga ada papan pengumuman jelas disini. Dengan perasaan deg-degan saya menunjukkan hasil foto saya. Terlihat gambar bertuliskan "Foreign Passport" dan dia bilang "Hapus!" saya pun menghapusnya. Klik lagi terlihat angle lain lagi "Hapus!" Kira-kira ada 4 gambar yang dilarang dan disuruh hapus. Saya pun meminta maaf atas kesalahan saya karena takut kamera saya diambil. Begitu lolos dari imigrasi saya lega sekali. Jadi untuk yang suka iseng tangannya mau motret terus, liat-liat lokasi dulu ya haha... Masih ada 1 tempat lagi yang bikin deg-degan, yaitu pintu scanner. Banyak penumpang yang kedapatan bawa makanan berupa makanan kaleng dan botol minuman yang disita. Untunglah saya ngga bawa barang aneh-aneh jadinya lolos-lolos aja. 

Ngintip ah
Sunset
Menunggu di ruang tunggu LCCT ngga seasik di terminal 3 Cengkareng, apalagi terminal 1 Changi. Rangannya sempit, orangnya banyak, dan yang paling menyebalkan WIFI nya selalu putus. Akhirnya kami menunggu di pintu lain sampai akhirnya panggilan kami harus berlari menuju pintu boarding kami. Perjalanan menuju pesawat juga agak jauh, -+400meter dari pintu. Karena teman saya meminta saya untuk memotret drinya didepan pesawat sebelum pulang, jadinya kami agak berlari untuk dapat gambar yang bagus. Dan ternyata hasilnya sepadan, dia dapatkan foto di depan pesawat yang selama ini ga pernah dia punya, kasihan hahaha... Kembali saya menaiki pesawat Air Asia Malaysia dan bertebaran tulisan bahasa Melayu dan greeting pilot dengan bahasa Melayu dan Inggris. Sayang langit sudah agak gelap dan keterlambatan penerbangan membuat langit sudah sangat gelap jadinya saya ngga bisa mengambil sedikit gambar sunset dari jendela saya. 2 jam sudah saya lalui dan terlihat kota Jakarta di atas ratusan meter berkelap kelip. Pendaratannya juga mulus yang membuat tak terasa saya sudah kembali di Jakarta. Setelah keluar pesawat, bus jemputan Air Asia mengantar kami ke pintu masuk imigrasi. Kesimpulan dari perjalanan 3 hari adalah kenyataannya negara tetangga yang 1 ini ngga lebih baik dari negara sendiri. Mungkin promosi mereka yang terlihat bagus tapi kenyataannya cuma begini saja. Program Visit Malaysia 2014 ngga membuatnya lebih bagus, malah terkesan cuma tempelan saja. Sekali lagi maaf Malaysia, tidak bagus!.Hanya butuh beberapa menit kami sudah keluar airport. Kami pun saling berpamitan dan segera merencanakan perjalanan berikutnya. Kemana lagi perjalanan kami berikutnya? Tunggu ya... :)
 
Sisa-sisa perjuangan
Koin KL Rapid & Kartu Touch n Go




2 komentar:

  1. Mau tanya,kartu touch n go itu berlaku tuk semua mass rapid transport di KL kah??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya lihat logo di belakang kartu selain LRT dan bus (tertentu) bisa juga untuk tol, minimarket, bioskop, resto dll.

      Hapus