The Raid 2 : Berandal (2014)

Yang pernah menonton film The Raid seri pertamanya pasti ngga mau melewatkan sequelnya. Dari melihat trailernya saja sudah jelas film ini makin kelam, makin kompleks dan yang pasti makin sadis dalam arti yang sebenarnya. Masih dengan pemeran utama (Iko Uwais) dan sutradara yang sama (Gareth Evans). Ada beberapa penigkatan dan hal-hal yang kurang relevan yang saya tangkap di film ini yang akan saya jelaskan.

Beberapa peningkatan antara lain ; Produksi gambar lebih matang dan DOP kelas dunia, benar-benar serasa menonton film Hollywood. Permainan Iko Uwais sudah lebih baik dibanding film pertama yang menurut saya banyak dialog yang diucapkan "belibet". Special FX cipratan darah lebih terlihat real dibanding film pertamanya yang sangat kentara seperti di film Ninja Assassins.

Tapi bukannya fim ini sempurna, masih ada beberapa hal yang kurang cocok atau bisa dibilang ngga mungkin. Yang paling jelas waktu di scene Prakoso di habisi anak buah Goto. Disitu ada butiran-butiran putih dari langit. Apa itu? Salju? Di Jakarta ada salju? Yang bener aja! Lalu di scene penjara terlihat suasana penjara yang lebih mirip penjara Alcatraz dibanding di penjara manapun di Indonesia. Lalu di scene kereta yang terkesan seperti di dalam MRT atau Subway train. Mungkin beberapa tahun lagi bisa aja terwujud (setelah MRT jadi) tapi untuk setting tahun 2013 belum. Yang pernah naik kereta atau komuter pasti akan berkomentar sama seperti saya. Dan hal yang mengganggu saya adalah penggunaan senjata api yang lebih sering terlihat di film ini dibanding seri 1. Come on! ini bukan New York yang sah-sah aja tembak-tembakan di jalan umum. Bukankah berantem pakai golok, palu, baseball bat atau sabit sudah cukup keren dan lebih sadis?

Itulah kelemahan skenario dari sutradara berkewarganegaraan Inggris yang belum tau benar situasi dan kondisi di dalam negeri khususnya di Jakarta karena kita (khususnya penduduk Jakarta) tau benar sebagian besar lokasi yang dipakai. Lokasi yang sa tangkap paling banyak ada di daerah Kota tua, Senayan dan Blok M. Sepanjang film menurut saya ceritanya terlalu rumit dengan twist yang bolak balik di awal film sepertinya kurang cocok untuk pasaran film Indonesia walaupun itu menurut saya cukup bagus. Pertarungan antar geng lokal dan Jepang yang mengingatkan saya dengan film District 13 Ultimatum (film Perancis). Intinya masih sama, pertarungan antar geng yang didalangi oleh polisi. Tapi saya juga salut karena dari film pertama sampai di film ke 2 nya banyak pemain senior yang mendukung film ini. Akting para pemain di film ini sangat total dan tak lupa ada Julie Estelle yang bisa "sedikit" membuat penonton (atau cuma saya aja ya?) terasa lebih menghibur. Dan menurut sumber, kata sutradaranya (Gareth Evans) setelah ini akan digarap film lanjutannya, The Raid 3. Itu artinya si penulis skenario yang memang dilakukan oleh sang sutradara, harus berpikir kesadisan apalagi yang bisa di tunjukkan di film. Karena sudah pasti untuk membuat film sadis seperti ini harus memliki Sense of Killing yang sangat sadis karena kalau cuma mati karena di tembak saja sudah biasa, tapi kalau kepala di pacul pasti akan lebih membuat penonton terkejut. Kira-kira kejutan apalagi yang akan disajikan? Kita tunggu saja nanti.

Karena sadisnya gambar yang disajikan, jadi sangat disarankan untuk yang lemah jantung, wanita hamil dan anak dibawah 17 tahun jangan pernah menontonnya. Untuk penggemar film bergenre Slasher pasti akan suka. Tak heran film ini laku di Amrik sana. Dan dengan ini kesimpulannya adalah 7,8/10 (Cocok Untuk Koleksi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar