No Cost Travelling - Bali (Agustus 2012)

Barang bawaan cuma segini
No Cost? Gratisan maksudnya? Bisa dibilang...Ya, saya dapat kesempatan travelling ke Bali GRATIS bulan Agustus 2012 lalu. Kok bisa? Ya, mungkin saya sedang beruntung kali ini. Tapi yang namanya GRATIS itu belum tentu se-perfect yang kita mau lho, tapi ya tetap ada enaknya juga lah. Mau tau lebih lengkapnya perjalanan 5 hari 4 malam ini? Keep reading ya! :)

Kok Bisa GRATISAN?
Ok, saya akan bahas kenapa kok bisa GRATISAN? Kebetulan saya dekat dengan Bos saya, dan kebetulan juga dia tau kalau saya suka membuat video travelling dan (lagi-lagi) kebetulan ada tugas sekolah anaknya yang mengharuskan membuat video tentang liburan (setidaknya itu alasan beliau mengajak saya). Tapi terserah apapun alasannya, yang namanya GRATIS saja sudah membuat saya semangat berkobar (apa sih?). Mulai dari tiket pesawat PP, akomodasi, makan, dan transport selama disana. Seandainya belanjanya juga GRATIS pasti sempurna perjalanan saya haha...

Terminal 1B Soetta
Jakarta Ke Denpasar
Yang seperti saya bilang tadi, yang namanya GRATIS itu belum tentu perfect, seperti halnya tiket pesawat kami berbeda maskapai. Kalau Bos saya dan keluarganya menggunakan Garuda, saya harus puas menggunakan maskapai Sriwijaya. Kalau Garuda bisa terbang dari pukul 11.30, saya harus puas terbang dengan Sriwijaya pada pukul 14.30, dan delay menjadi 15.00 dan delay lagi menjadi 16.10, sial!. Bisa terbayang lama perjalanan sekitar 1,5 jam ditambah zona waktu yang maju 1 jam, berarti saya sampai disana setidaknya pukul 7 malam.

Yang complain pada antri tuh
Lelah menunggu ditambah was-was karena saya harus berbuka puasa (saat itu hari puasa ke-28) di dalam pesawat. Walaupun sudah diberi compliment berupa besek berisi nasi dan ayam, saya hanya bisa melirik saja karena baru jam 15.00. Lelah sangat terasa karena saya harus menunggu pesawat dari pukul 10.00 hingga 16.10 (karena saya datang ke bandara bareng dengan Bos saya yang sudah dari tadi sampai ke Denpasar). 1-2 jam saya masih bisa nonton TV atau sesekali chat/browsing internet di HP saya. Tapi bayangkan kalau sudah menunggu lebih dari 5 jam, pasti mati gaya juga. Mau berkeliling bandara, hanya itu-itu saja yang bisa dilihat. Beda sekali dengan bandara tetangga kita (baca: Changi) yang full entertainment. Tapi ya sudah lah, di asikin aja :)

Ini dia tersangkanya
Dan tepat pukul 16.10 panggilan naik ke pesawat terdengar, seperti mendengar adzan maghrib untuk berbuka puasa, tapi bukan haha... Tak ingin lama mengantri saya langsung berlari menuju pintu. Saya pikir sekeluar pintu akan ada pesawat yang menyambut saya, tapi ternyata tidak, saya masih harus naik shuttle bus untuk mengantar saya ke pesawat biru-merah itu, yah elah.  Banyak pesawat dilewati, dan terlihatlah dari kejauhan pesawat telepon boeing yang tidak terlalu besar itu (apa lagi sih?). Setelah naik dan mendapatkan kursi saya pun melepas kelelahan memanggul backpack saya yang sedari tadi nyangkut di bahu saya. Dan sialnya kursi depan saya terlalu dekat yang membuat saya harus duduk tegak selama perjalanan, oh men!

Karena saya duduk di dekat jendela, saya jadi bisa melihat ke luar. Lumayan lah untuk hiburan bisa melihat pemandangan dari atas dan gulungan awan. Tapi sekitar 40 menitan, hiburan itu agaknya berubah menjadi kolor horor, karena turbulensi pesawat kecil yang saya naiki bergetar, ditambah lagi saya melihat sayapnya juga ikut bergetar seperti burung mengepakkan sayap. Is that normal? Ya sudah lah, mungkin saya diharuskan banyak berdoa di perjalanan ini haha. Dan beberapa menit kemudian datanglah box berisi air mineral gelas dan 2 buah kue dan pemberitahuan buka puasa. Yes, akhirnya. Setalah perut terisi, pikiran menjadi tenang, tinggal menunggu pendaratan sekitar 30 menit lagi. Perjalanan dengan pesawat sebenarnya menyenangkan, hanya bagian take off  dan landing saja yang kadang membuat deg-degan. Begitu pemberitahuan mendarat dikumandangkan (adzan kali) saya langsung melihat ke luar jendela. Terlihat titik-titik puspa lampu menandakan kita sudah turun sehingga kota terlihat. Makin dekat dengan titik-titik lampu itu yang makin membesar, saya mempersiapkan diri untuk pendaratan. Dan benar saja, begitu roda menyentuh aspal, hentakan yang cukup keras terasa. Pendaratan yang kasar, payah.

Alhamdulillah, sampe juga
Setelah sampai di bandara Ngurah Rai, saya langsung mengikuti orang-orang untuk masuk, karena ini kali pertama saya ke Denpasar jadi ya, ikuti arus saja sambil melihat papan info. Dan setelah melihat keadaan Ngurah Rai, sepertinya saya harus bersyukur memiliki bandara Soekarno Hatta karena di sini keadaannya lebih memprihatinkan. Bahkan sepintas saya berpikir bandara ini lebih mirip stasiun Gambir, bahkan Gambir saja masih lebih bagus, tapi ya sudahlah. Sayang sekali bandara yang setiap harinya di lewati wisatawan mancanegara hanya bisa seperti ini saja. Setelah mengambil koper (untunglah tidak terlalu lama) saya langsung keluar mencari taksi. Karena kebingungan tempat mencari taksi, saya hanya bisa melihat keadaan sekitar. Ternyata naik taksi disini harus beli tiket di loket untuk menghindari supir nakal yang suka nembak harga seenak udel (udel emangnya enak ya?). Begitu saya ditawari taksi oleh salah satu supir nakal, dia mematok harga ke hotel saya dengan harga Rp.150ribu. What? lalu saya bilang :"Masa segitu? saya mau pake argo aja". Dengan santai di jawab "Disini ngga pake argo pak. memang bapak maunya berapa?" Waduh, kok tawar-tawaran kayak naik bajaj gini? Tidak suka dengan supir tadi (untung supirnya juga ga suka sama saya, repot nanti) saya pun ikut antri di loket taksi. Cuma tunggu sebentar, sebutkan nama hotel dan voila! pak penjaga loket bilang : "Rp.105ribu pak". Walaupun masih agak gak percaya sama harganya, tapi setidaknya ini lebih bisa dipercaya. Dan saya pun segera meluncur ke hotel untuk istirahat. 

Di Bali Itu...
Hiii... banyak sesajen di pinggir jalan
Sampai di hotel jam 9:30 bisa apa lagi? Malah resto hotel tempat saya menginap hampir tutup, untunglah saya minta ditunggu karena tidak tau mau makan dimana nanti. Setelah makan saya ingin merubah fasilitas breakfast saya menjadi sahur, tapi ternyata ga bisa. Wah, repot nih, masa ga sahur? Padahal besoknya masih ada puasa 1 hari lagi. Ga hilang akal, setelah ganti baju saya langsung pergi keluar untuk beli makanan yang bisa awet sampai jam 3 pagi nanti. kalau di Jakarta, setiap 5 langkah ada warteg, resto padang, McD 24 jam, tapi setiap 5 langkah malah ketemu sesajen di trotoar, dan tempat makan disini cuma cafe yang kebanyakan sudah mau tutup. 
Sahurnya cuma pakai ini :'(
Minimarket disini juga gak kayak 7Eleven yang bisa beli makanan. Setelah jalan jauh di kegelapan dengan sesajen berserakan, akhirnya saya menemukan secercah harapan (ya elah, apaan sih ini?) Saya menemukan seonggok penjual martabak telor di depan minimarket yang sedang dikerubuti lalat turis karena keheranan cara masaknya. Haha, tuh penjual martabak jadi tenar di kalangan bule-bule. Saya pun ikut antri di antara bule-bule penyuka martabak. Dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya saya sudah memiliki sekotak martabak telur ala Bali yang dibuat oleh penjual martabak yang ternyata dari Jakarta juga, haha. Yah, mudah-mudahan puasanya kuat sahur pake beginian doang, amin.

Hotel Yang Aneh
Waktu masuk hotel ini sih tidak ada sesuatu yang aneh ataupun istimewa. Memang cuma hotel bintang 2 dengan  fasilitas seadanya. Dan keanehan mulai terasa begitu masuk ke kamar. Eits! jangan pikir aneh disini karena ada hantunya ya, bukan itu. Waktu masuk, pintu nya sempit sekali sehingga saya harus miring waktu masuk. Dan kunci yang digunakan adalah kunci gembok lengkap dengan cantelan gembiknya. Bentuk kamarnya sih so so lah, tapi begitu masuk ke kamar mandi, We-O-We..WOW!!! Ternyata kamar mandinya tidak beratap. ya saya tidak salah tulis, TIDAK BERATAP! Mungkin mengambil konsep sesuai nama hotelnya Bali Village, tapi bukan berarti kita harus mandi di ruangan terbuka gini dong? Bagaimana kalau hujan? masa mandi hujan? trus kalau mandi malam/pagi, kabayang angin semriwing kena kulit pasti dingin sekali. Complain saya pun di tolak, karena memang semua kamar seperti itu, dan saya harus puas mandi diintip burung-burung diatas pohon dan pesawat yang lewat (ga keliatan juga kali).
Di sini belum aneh
Lho, atapnya kemana ya?













Masjid Jami' Mujahidin, Tj. Benoa
Lebaran di Bali
Ini pertama kalinya saya lebaran tidak dirumah, dan kebetulan juga lebaran di Bali yang muslimnya menjadi minoritas. Lagi-lagi tidak seperti di Jakarta yang setiap pinggir jalan terlihat masjid dan musholla, disini masjid atau musholla menjadi sesuatu yang langka. Tapi untunglah warga Bali yang mayoritas Hindu sangat toleran kepada agama lain. Mereka dengan senang hati menunjukkan lokasi masjid walaupun letaknya terpencil. Dan Alhamdulillah, masih diizinkan solat Ied, akhirnya saya menemukan sebuah mesjid yang tidak terlalu besar tapi bagus di daerah Tanjung Benoa, kira-kira 2 km dari hotel saya. Agak terharu mendengar sayup-sayup suara takbir dari dalam mesjid (karena suara takbir tidak dikeluarkan) dan sekumpulan orang mengantri masuk masjid. Ya, Solat Ied kali ini lebih mengharukan.

Dalamnya
Suasana habis solat Ied











Mau GRATIS? Ada Konsekuensinya
GRATIS sih GRATIS, tapi harus bisa apa aja. namanya juga di ajak, kalo ga berguna ya ga diajak dong haha. Apa gunanya saya disini? ada dong. Mau tau? Seperti saya bilang diawal tadi, buatin video liburan anaknya Bos, bantu angkatin kopernya, dan ga ketinggalan jadi supir, haha... Berbekal mobil sewaan (serasa bawa angkot) saya harus mempelajari jalan-jalan di daerah Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Denpasar dan Ubud dalam waktu 5 hari sajah.Untunglah sudah ditemukan teknologi GPS di hp saya, jadinya ga takut nyasar deh. Tapi yang namanya teknologi GPS ada kelemahannya juga, kalau kebetulan lewat daerah yang minim sinyal 3G, ya jadi bego deh. Udah jalan kemana-mana tapi GPS nya masih stuck disitu aja, akhirnya nanya ke orang juga haha... Awalnya sih asik-asik aja nyetir di Bali, apalagi disana jarang sekali macet. Apa karena pada mudik ya? Dan mimpi buruk itu datang waktu lewat Legian. Jalan kecil, 1 jalur dan macet padat merayap. Saya sudah lama tidak mengendarai mobil manual, akhirnya sindrom "gempor kiri" itu saya alami lagi. 

Numpang motret
Lumayan, Jalan-jalan GRATIS...
Kebetulan rombongan yang saya bawa suka sekali kuliner. 2 hari yang lalu saat saya masih puasa, saya cuma bisa lihatin mereka makan. Tapi setelah lebaran, saya bisa makan sepuasnya haha. Selain makan, kami juga jalan-jalan dan berbelanja ke Kuta, Legian, Denpasar, dan Ubud. Ya lumayan lah, walaupun sebenarnya gaya saya yang backpacker tidak terlalu suka berbelanja di tempat mewah, tapi setidaknya bisa untuk ngadem. Perjalanan dengan mobil juga kurang saya sukai karena tidak bisa sebebas motor, dan parkir disana sulit. Tapi memang dasarnyasaya tidak terlalu suka pantai, jadi selain melihat bule-bule pada mandi matahari, ya liat orang surfing.



Pemandangan sehari-hari di hotel
Ground Zero, Legian
Malam di Legian













Di perjalanan, kami sempat mengunjungi Turtle island yang harus ditempuh menggunakan motor boat. Disana banyak penyu dan beberapa hewan lainnya seperti kelelawar, ular python, landak, elang, dan beberapa burung lainnya. Ini dia travelling ala saya, berkunjung ke tempat seperti ini, murah meriah dan mendapatkan sesuatu yang baru. Selain Turtle Island saya juga sangat suka berkunjung ke Monkey Forest di Ubud. Senangnya bertemu keluarga saya disini haha... Sebenarnya ada Taman Gajah, tapi sayangnya tidak kesana. Ya setidaknya wisata bertemu binatang selama beberapa jam itu membuat saya terseyum lagi setelah perjalanan jauh yang melelahkan.

Elang
Ga tau burung apa?
Bagi dong nyet...













Senengnya ketemu sodara
Awh... lutuna..
Ganteng ya?










Jangan Lupa Orang Rumah
Suasana pasar Sukawati
Selain mengucapkan Lebaran pada orang rumah, jangan lupa juga oleh-olehnya untuk orang rumah. Walau niatnya pingin jalan-jalan, tapi sisihkan lah sedikit untuk beli souvenir. Karena dari kemarin saya cuma bisa melihat Bos saya belanja di toko mahal, akhrinya saya minta untuk menyempatkan mampir di pasar Sukawati. Yang pernah ke Bali pasti tau tempat ini. Disini banyak cinderamata khas Bali yang harganya murah, sampai saya tidak tega menawarnya lagi. Dengan bermodal Rp.200ribu, saya sudah bisa pulang beberapa potong baju, kipas Bali, gantungan kunci dan beberapa souvenir kecil lainnya. Serasa jadi orang kaya saya disana haha... Dan di hari terakhir saya juga menyempatkan membeli beberapa souvenir lagi di Joger dan membeli makanan khas sana di toko Krisna dekat bandara. Tadinya saya mau beli Pia Legong, tapi karena kehabisan Pia Barong pun OK lah. 

Beli souvenir di Joger
Mampir Krisna beli kue
Beli segini total Rp.80ribu










Saatnya Pulang
Kata "Pulang"  adalah satu hal yang tidak disukai. Tapi entah kenapa saya tetap bersemangat waktu pulang? Apakah sudah kangen keluarga saya yang sempat saya tinggal waktu Lebaran? Dan ingin cepat pulang untuk mencicipi ketupat? Mungkin saja. Tapi yang pasti perjalanan pulang tidak menimbulkan kesulitan yang berarti. Selain (lagi-lagi) delay 1 jam, dan kondisi bandara yang sempit, saya jadi makin peka akan keadaan sekitar. Walaupun travelling sendiri tapi masih bisa menikmati. Lalu, apakah saya akan kembali ke Bali dalam waktu dekat ini? jawabannya bisa ya, bisa tidak. Ya, saya ingin kembali JIKA ada GRATISAN lagi atau banyak teman saya yang mengajak saya kesana lagi. Tidak, saya tidak akan kembali JIKA hanya travelling sendiri karena saya tidak suka pantai, biayanya yang relatif mahal, dan cuacanya yang panas melebih Jakarta.
Depannya Ngurah Rai Airport
Ga usah bingung, ada ini
Pesawat SJ 261 ke Jakarta











Jadi, sudah tau kan plus minus nya No Cost Travelling? Mau coba? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar