Pagi hari di Pondok Saladah, tempat kemah kami sudah dibasahi air hujan yang turun semalaman. Rencana kami untuk naik ke Hutan Mati untuk melihat sunrise pun harus dibatalkan karena sangat riskan untuk naik diwaktu hujan. Terlebih kabut tebal membuat jarak pandang makin pendek. Akhirnya sekitar pukul 7 pagi kami baru keluar dari tenda dan bersiap untuk naik menuju Hutan Mati. Jalan licin dan berlumpur menghiasi perjalanan kami. Tapi karena kami adalah tim hore alias gembira di segala suasana jadinya jalan becek licin dan kotor itu tidak kami rasakan. Pokoknya hajar terus sampai atas ahaha... Lagi-lagi tak mau melewatkan kesempatan menarik ini saya langsung mengeluarkan kamera saya dan mulai merekam perjalanan naik ke Hutan Mati bersama teman-teman yang sudah bersemangat dari pagi. Ternyata kami tidak sendiri karena makin siang makin banyak yang naik ke Hutan Mati karena seharian kemarin hujan menghambat kami untuk terus naik.
Tim hore selalu |
Sepanjang hari kami habiskan waktu untuk berfoto dan bercanda di atas sana. Banyak spot bagus yang tidak boleh dilewatkan kalau kamu pecinta fotografi. Untunglah saya hobby fotografi dan teman teman saya bersedia menjadi model dadakan akhirnya bisa menambah koleksi foto saya. Seolah tidak mau pergi dari 1 tempat ke tempat lain karena masih mau meng eksplore satu tempat untuk di foto. Tapi ternyata makin naik, suasana berbeda dan pemandangan indah makin banyak. Sepertinya tidak akan habis kalau harus meng eksplore seharian disini. Dan puncaknya adalah di pinggir jurang yang mengharuskan saya menghentikan pemotretan. Ditambah hujan gerimis tiba tiba datang. Karena tidak ada pepohonan rindang di daerah sana kami harus sigap menyelamatkan bawaan kami dan segera memakai jas hujan.
Karena waktu sudah tidak memungkinkan untuk terus naik ke Tegal Alun akhirnya kami putuskan untuk kembali ke pondok Saladah untuk segera packing dan turun. Siang hari kami harus packing di tengah hujan rintik rintik. Beruntunglah teman-teman baru kami sangat membantu dalam membongkar tenda. Terus terang karena saya baru pertama kali jadinya masih bingung untuk memasang dan bongkar tenda yang akhirnya kurang membantu mereka dalam segi kecepatan (maaf ya..). Setelah tenda dan barang-barang terbungkus rapih di dalam backpack kami pun segera turun. Sepertinya saya masih belum bersahabat dengan cuaca disini karena dari sepagian perut saya sakit sekali karena masuk angin dan itu membuat kesenangan saya kurang maksimal. Ditambah hujan menurunkan suhu lebih dingin lagi, dan pernah menyentuh angka 6 derajat Celcius. Bisa dibayangkan berendam di dalam air dengan es batu? Ya, 6 derajat Celcius kira-kira seperti itu. Tapi untunglah saya membawa jaket tambahan dan menggandakan jaket saya supaya lebih tebal. Malah tangan saya yang sejak pagi pakai sarung tangan tetap terasa kaku dan harus sesekali mengepal supaya sirkulasi darah lancar. Perut sakit, hujan, jalan licin dan dingin mensuk tulang menjadi drama baru seperjalaan kami turun.
Sesampainya di Pos 2 hujan makin deras dan memaksa kami untuk berhenti sejenak di pondok yang ada di pos 2. Jalan makin licin dan genangan makin melebar. Perjalanan turun yang seharusnya lebih mudah dibanding naiknya sepertinya malah lebih sulit daripada naiknya. Jalan tanah yang licin membuat kami harus berjalan ekstra hari-hati agar tidak terpeleset. Dan sehati-hati apapun kalau lengah sedikt saja tetap membuat terpeleset. Seperti yang saya alami saat menuruni jalan berbatu. Saya sudah sangat hati hati berjalan selangka demi selangkah di bebatuan licin dan turunan. Tapi karena mata saya terhalang oleh tas yang saya gendong kedepan (ya, saya membawa 2 tas depan belakang) kahirnya saya terpeleset di salah satu batu bulat. Tidak keras sih tapi cukup membuat saya sedikit shock. Untunglah jalan yang saya lalui bukan di pinggir jurang. Beruntung saya memiliki teman-teman yang sigap sehingga saya merasa aman berada dekat mereka. Korban jatuh bukan cuma saya, karena teman saya yang lain ternyata jatuh di tempat yang lain, tapi untunglah tidak luka parah, cuma lecet saja seperti saya.
Sesampainya di pos 1 kami beristirahat sebentar untuk saling introspeksi diri dan mengecek apakah ada yang mengalami cederas serius. Untunglah tidak terjadi apa-apa dan perjalanan kami lanjutkan kembali. Dan tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di Camp David. Ada beberapa diantara kami yang menggigil karena ternyata bajunya basah, saya juga segera ke toilet karena perut saya sudah tidak tertahan sakitnya. Saking dinginnya saat itu, teh panas pun serasa teh hangat kuku saja, padahal jelas-jelas asap mengepul dari dalam gelas.
Setelah dikira cukup, kami segera mencari mobil pick up untuk mengantar kami ke Cisurupan karena waktu sudah makin sore. Suasana persahabatan makin terasa hingga disaat pulang. Dengan berdempetan dalam pick up kami bercanda seolah sudah kenal lama. Bau kandang ayam yang terendus di dalam pick up tidak jadi penghalang, malah jadi bahan tertawaan kami haha... Dan sesampainya di Cisurupan saat saya menghidupkan HP saya, banyak pesan masuk dan diantaranya ada yang menawarkan peluang kerja. Alhamdulillah, apakah mungkin in iawal dari move on saya selama 5 tahun? Semoga saja.
Perjalanan pulang yang selalu bersama dari Garut hingga Kampung Rambutan membuat kami bukan hanya teman, tapi juga seperti saudara. Pertemanan kami juga tidak terhenti ke kampung rambutan, karena hingga hari ini kami masih saling melakukan kontak. Malah banyak yang datang ke pemutaran video trip yang saya buat ini, bahkan yang tidak sempat ikut ke papandayan sekalipun. Sungguh pengalaman yang akan membekas. Terimakasih teman teman atas pengalaman berharga ini.
Berikut adalah video nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar